tegarnews.site-Batam| Audiensi yang dilakukan oleh Aliansi Batam Menggugat (ABM) bersama PT PLN Batam tidak menemukan jalan keluar (Buntu) atau disebut Deadlock, Jum’at (09-08-24) siang.
Dalam pertemuan tersebut, ABM memaparkan 4 (empat) tuntutannya kepada pihak perwakilan Management PT PLN Batam yang hadir dalam pertemuan tersebut.
4 tuntutan tersebut yaitu :
1. Penolakan Penyesuaian (Tariff Adjustment) yang telah diberlakukan oleh PT PLN Batam sejak 1 Juli 2024
2. Kejelasan peraturan yang mengatur kompensasi yang harus diterima oleh masyarakat (pelanggan) jika terjadi gangguan (pemadaman listrik)
3. Hapuskan pemutusan sementara aliran listrik terhadap masyarakat (pelanggan) yang telat membayar tagihan
4. Berlakukan kebebasan terhadap masyarakat yang ingin melakukan pasang baru listrik dengan daya 6A atau 4A dan Berlakukan kebebasan kepada pelanggan untuk melakukan penurunan daya dari 10A ke 6A ataupun 4A
Ketua ABM, Rico Yuliansyah menjelaskan bahwa tuntutan pertama itu dikarenakan Surat Keputusan (SK) Menteri ESDM Nomor T-277 tanggal 28 Juni 2024 yang diduga melanggar UU No.30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
“PLN Batam melakukan Penyesuaian (Tariff Adjustment) berdasarkan SK dari Menteri ESDM Nomor T-277 tanggal 28 Juni 2024. Namun, SK tersebut ditetapkan tanpa adanya sosialisasi terlebih dahulu kepada Masyarakat Kota Batam terkait penyesuaian Tariff Adjustment tersebut. Padahal, pada Pasal 46 Ayat 1 UU No.30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan dijelaskan bahwa Badan / Pejabat Pemerintah memberikan sosialisasi kepada pihak pihak terkait sebelum membuat keputusan / ketetapan,” Ungkap Rico Yuliansyah.
Dikatakan Rico, Pihaknya sebenarnya berharap PT PLN Batam menyurati Kementrian ESDM dan melaporkan kepada Menteri ESDM bahwa ada laporan dari ABM / Masyarakat bahwa SK Nomor T-277 diduga melanggar Pasal 46 Ayat (1) UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Namun, hal itupun tak digubris oleh PT PLN Batam.
Sedangkan tuntutan berikutnya, Rico menyebutkan bahwa perlunya kepastian hukum ataupun peraturan yang mengatur kompensasi yang harus diterima oleh Pelanggan setelah keluarnya Undang-Undang Cipta Kerja.
“Tuntutan kedua itu terkait kompensasi. Selama ini kompensasi yang diberikan berdasarkan Pergub No.22 Tahun 2017. Namun sejak keluarnya UU Cipta Kerja, seharusnya PT PLN Batam menyesuaikan dan mengatur kompensasi sesuai dengan Permen yang ada. Jangan pas Tariff Adjustment berdasarkan Permen, Namun kompensasi berdasarkan Pergub,” Jelas Rico.
“Tuntutan ketiga terkait pemutusan sementara aliran listrik. Kami tidak menemukan UU ataupun Permen yang mengatur pemutusan sementara bagi pelanggan yang telat bayar, kalau dikenakan biaya keterlambatan (denda) memang ada. Sementara tuntutan ke empat, kami meminta PT PLN Batam memberlakukan hal yang sama dengan PLN Persero. Yaitu memberikan kebebasan kepada pelanggan untuk memasang baru dengan daya 6A ataupun 4A, dan juga memberikan kebebasan kepada pelanggan untuk melakukan penurunan daya dari 10A ke 6A ataupun 4A,” Tambahnya.
Sementara, Sekretaris Perusahaan (Sekper) PT PLN Batam, Zulhamdi mengatakan bahwa Penyesuaian Tariff Adjustment yang diberlakukan oleh PT PLN Batam karena adanya perintah dari Pemerintah Pusat.
Namun, pernyataan Zulhamdi tersebut langsung dibantah oleh Rico. Dia menyebutkan bahwa Tariff Adjustment yang diberlakukan oleh PT PLN Batam itu karena adanya surat pengajuan dari PT PLN Batam tanggal 9 Mei 2024, kemudian keluar surat dari Menteri Bidang Perekonomian Tanggal 27 Juni 2024, setelah itu baru disusul keluarnya Surat Keputusan dari Menteri ESDM Nomor T-277 tanggal 28 Juni 2024.
“Jadi, Penyesuaian Tariff Adjustment itu karena adanya surat pengajuan dari PT PLN Batam. Bukan perintah dari Pemerintah Pusat,” Terang Rico.
Di akhir pertemuan, Rico langsung menyanggah closing statement yang dilakukan oleh Sekper PT PLN Batam, Zulhamdi yang hanya menutup pertemuan dengan bahasan terkait penolakan terhadap Penyesuaian Tariff Adjustment.
Rico mengatakan bahwa pertemuan (Audiensi) tersebut juga berdasarkan surat balasan dari PLN Batam yang judulnya bukan hanya terkait Penyesuaian Tariff Adjustment, melainkan juga terkait beberapa tuntutan lainnya.
Pertemuan tersebut tiba-tiba ditutup mendadak oleh pembawa acara sesaat diskusi berlanjut setelah break sholat ashar. Melihat hal itu, Rico langsung memberikan statement terakhir dan Ia bersama rekan-rekan lainnya pergi meninggalkan ruang Audiensi dengan penuh kekecewaan.
Diketahui, Audiensi tersebut dapat terlaksana setelah ABM menerima surat balasan dari PT PLN Batam untuk melakukan Audiensi sesuai dengan Jadwal Demo yang akan dilaksanakan oleh ABM di Kantor PT PLN Batam.
Sehubung dengan pertimbangan dalam menjaga kondusivitas Kota Batam, ABM memilih untuk menerima Audiensi dan melakukan penundaan Aksi Unjuk Rasa (Demo).
Turut hadir dalam Audiensi tersebut Kasat Intelkam Polresta Barelang Kompol Edi Buce beserta Anggota, Rekan-rekan dari BIN, Ketua FPI Kepri Ismail Muslimin, S.H. dan Anggota, Ketua FERADI Kepri Mikael Kaka dan Anggota, Ketua LP-KPK Kepri Yuansyah, S.Sos., Sekretaris Aksi Putra Rambe, Koordinator Lapangan Aksi Mitra & Sholeh Sulaiman, Ketua Tim Libas dan Anggota, beserta rekan-rekan lainnya.
(Rls/red)