tegarnews.site Taput – Sidang perkara pidana dugaan Tindak Pidana pembunuhan atas nama terdakwa Henri Sianturi yang didakwa dengan Pasal 340 junto 338 dilanjutkan pada hari Senin 14 Oktober 2024 di pengadilan negeri Tarutung
Dengan agenda pemeriksaan saksi verbalisan dari penyidik polres Humbang Hasundutan yaitu Kasat reskrim Polres Humbang AKP Sihombing dan penyidik lainnya yang memeriksa Henri Sianturi.
Saksi verbalisan perlu dimintai keterangan karena adanya keterangan Terdakwa saat pemeriksaan di persidangan bahwa Penyidik dan Kasat Polres Humbang Hasundutan, saat memeriksa Henri Sianturi melakukan penekanan dan penyiksaan pada Henri Sianturi supaya mau mengakui bahwa Henri Sianturilah yang membunuh isterinya. Akan tetapi Henri Sianturi tidak mau mengakui apa yang tidak dia lakukan, Henri berkata ” di tembak pun saya, saya tidak akan pernah mengakui bahwa saya yang bunuh istri saya karena saya sangat sayang kepada istri saya, dan bagaimana saya mengakui hal yang tidak saya lakukan” kata Henri, dimana Henri mengatakan bahwa istrinya meninggal karena bunuh diri dengan memakai kain panjang dan kursi warna biru dengan menggantungkan diri di dapur, dan saat itu Henri berusaha menolong istrinya dari gantungan dengan harapan bahwa istrinya masih bisa ditolong, akibat Henri menurunkan istrinya dan ingin menyelamatkan istrinya justru jadi Malapetaka buatnya, justru Polisi menuduh Henri Sianturi membunuh isterinya dan menahannya yang membuat kedua anaknya yang masih kecil yang berumur 2 Tahun dan umur 3 Tahun menjadi yatim piatu dan tidak ada yang mengurus.
Penasehat Hukum terdakwa Poltak Silitonga SH,MH yang sering di panggil PH Jepang dihubungi awak media menjelaskan
Bahwa Poltak silitonga bersedia membela Henri Sianturi karena PH merasa prihatin, dan melihat adanya keanehan serta kecurigaan dalam penangan Perkara ini. lalu PH menelusuri Dan langsung turun ke TKP menggali informasi berdasarkan bukti-bukti barang dan bukti saksi- saksi bahwa Henri Sianturi tidak ada melakukan pembunuhan. Bahkan sampai saat Terjadi rekonstruksi yang dilakukan oleh Polres Humbang Hasundutan di hadiri JPU dari Kejaksaan Humbang Hasundutan, Pengacara keluarga Korban dan juga disaksikan ratusan masyarakat desa setempat tidak ada satu adegan pun yang diperagakan menunjukkan Henri Sianturi melakukan pembunuhan, justru yang diperagakan dalam rekonstruksi tersebut adalah bagaimana Henri Sianturi menolong istrinya melepaskan dari gantungan membuat nafas buatan dan menjerit menangis karena kehilangan istrinya yang membuat masyarakat berdatangan kerumahnya Henri dan melihat apa yang membuat Henri menangis memanggil manggil nama istrinya.
Namun sangat aneh Polres Humbang Hasundutan memaksa Henri Sianturi menjadi tersangka pembunuh berencana pasal 340 junto pasal 338 KUHP tanpa adanya dua alat bukti yang kuat, Poltak mempertanyakan hal tersebut kepada Kasat Polres Humbang Hasundutan AKP Sihombing tapi AKP Sihombing menjawab santai, “sudah ada dua alat bukti” katanya, tapi dia tidak bisa menunjukkan alat bukti apa yang dia dapat sesuai dengan Pasal 184 KUHAP, PH heran “Kok Polisi menetapkan Henri jadi tersangka?” saksi tidak ada yang mengetahui dan melihat Henri Sianturi membunuh, motifnya juga tidak ada di temukan polisi, apa motif Henri melakukan pembunuhan berencana, Kapan direncanakan Henri pembunuhan berencana yang dimaksud, bagaimana cara Henri membunuh, dengan memakai apa Henri membunuh, Kasat ini tidak bisa menjelaskan.
Akibat kejanggalan tersebut PH meminta izin untuk melakukan wawancara dengan terdakwa saat masih tahanan Polres Humbang Hasundutan , ketika PH bertemu dengan Henri dalam suatu ruangan PH melihat banyak memar biru-biru di badan Henri Sianturi dan juga bekas sulutan rokok di jidat Henri Sianturi, lalu PH bertanya kenapa badan mu biru-biru dan ada bekas sulutan rokok di jidatmu? pertama Henri Sianturi terdiam dan merasa ketakutan bahkan gemetaran lalu PH terus mendesak bertanya “kenapa sebenarnya ini Tubuhmu?” PH tanya, dan Henri sambil menangis berkata “saya disiksa dan dipukuli oleh penyidik polisi si Munthe dan Kasat Reskrim supaya saya mengakui bahwa saya membunuh istri saya” katanya, dan PH bertanya “apakah kamu memang membunuhnya?” Henri Sianturi menangis “mana mungkin saya membunuh istri saya pak, kalau saya benar benar membunuh aku siap di tembak mati” katanya sambil berlinang air mata, PH sangat menyesalkan tindakan Penyidik dan Kasat Polres Humbang Hasundutan yang mencederai penegakkan hukum di Indonesia ini , akibat tidak bisa membuktikan tuduhannya kepada Henri Sianturi masa harus di siksa seperti itu. janganlah karena pesanan seseorang sehingga memaksa seorang yang tidak bersalah harus mengakui perbuatan yang tidak dilakukannya itu dosa besar, Tuhan akan melihat loh, kata Poltak Silitonga, kasihan orang miskin dan susah di kriminalisasi.
Kemudian Poltak Silitonga menerangkan bahwa pembuktian di pengadilan sudah selesai dilaksanakan tinggal kita menunggu agenda sidang selanjutnya yaitu Tuntutan dari JPU , Perlu saya jelaskan bawa dalam proses pembuktian tidak ada satu orang saksi pun yang di hadirkan oleh jaksa Penuntut umum yang melihat, mengetahui dan mengatakan bahwa Henri Sianturi melakukan pembunuhan, yang mereka saksikan bahwa Henri Sianturi menangis sekuat tenaga memanggil nama istrinya “Mak ko ko..Mak Koko, pendekni pikiran mi Mak Koko, boasa ma ikkon songonon Ho, (Mak Koko Mak kok pendek sekali pikiranmu kenapa kau seperti ini) dan Henri menangis terus menerus sambil memeluk istrinya
Dan semua saksi menerangkan dalam persidangan mendengar korban meninggal karena bunuh diri.
Kemudian fakta persidangan keterangan saksi dari JPU yaitu orang tua korban mengadukan Henri Siregar hanya karena merasa kecewa kepada Pihak Sianturi karena anaknya Lisna Manurung tidak bisa disakrameni oleh gereja saat anaknya akan di kubur. Keterangan ahli dari JPU yang melakukan visum ET revertum juga menerangkan tidak ada menemukan tanda-tanda kekerasan dalam tubuh korban, hanya bekas jejas jeratan dileher akibat benda yang berpenampang lebar, Kemudian Ahli Forensik dari RS Adam Malik juga menerangkan bahwa korban meninggal diakibatkan terjerat karena tergantung, alasannya adanya kimosis dan Bula pada leher bekas jejas yaitu berupa gesekan antara kain berpenampang lebar dengan kulit akibat berat badan Lisna Manurung.
Kemudian Poltak menerangkan atas agenda sidang pada Senin kemarin dimana pemeriksaan saksi verbalisan, penyidik dan kasat menerangkan bahwa mereka tidak ada memukuli Henri Sianturi itu hak mereka, dan Saya menganggap mereka itu Berbohong, dan kebohongannya itu telah dibantah oleh Henri Sianturi, justru pemukulan juga terjadi atas Henri Sianturi oleh kasat Reskrim polres Humbang Hasundutan saat selesai melaksanakan rekonstruksi di dalam mobil saat Henri Sianturi dibawa ke Tahanan polres Humbang Hasundutan.
Kemudian Poltak menanggapi keterangan kasat dan Penyidik yang menerangkan bahwa saat di periksa Henri Sianturi sering berubah ubah memberikan keterangan, ya hal itu wajar namanya dipukuli dan disiksa penyidik, bagaimana orang bisa memberikan keterangan dengan baik dan benar saat dipukuli, ditekan dan disiksa , coba dulu penyidik dipukuli apa dia bisa menjawab pertanyaan dengan baik?
Untuk itu saya sebagai Penasehat Hukum Henri Sianturi menghimbau kepada semua pihak marilah kita melihat secara jernih persoalan ini, PH Hadir membela bukan mau membebaskan yang berbuat salah tapi Tujuan saya adalah untuk membantu penegak hukum membuat perkara ini terang benderang, apa sesungguhnya dan sebenarnya yang terjadi, supaya Majelis hakim yang Mulia jangan salah dalam mengambil keputusan yang justru merugikan banyak pihak termasuk keluarga korban dan keluarga terdakwa, dan juga merugikan anak anak terdakwa yang masih kecil-kecil.
Adigum Hukum yang sering kita dengar “lebih baik membebaskan 1000 Penjahat dari pada menghukum satu orang yang tidak bersalah”
Tuhan memberkati.
(Rls/Yy)