tegarnews.site-Jakarta| Apabila dalam keadaan perang misalnya. Agak sulit dipastikan mana yang lebih baik, mengingat sebagian besar senjata pertahanan udara TNI – khususnya untuk TNI AD menggunakan senjata pertahanan udara jarak pendek baik berupa rudal maupun arhanud (artileri pertahanan udara).
Efektivitas rudal sendiri masih tidak bisa dipatok pada angka tertentu, sebagai contoh – Secara statistik, rudal anti-udara tersukses di dunia saat ini adalah keluarga AIM-9 Sidewinder hanya memiliki kill rate sebesar 16–18%. Tidak murni senjata pertahanan udara sih, tapi bisa untuk menetralkan ancaman udara juga.
Selain itu efektivitas sebuah senjata tidak semata-mata diukur dari spesifikasi. Seperti halnya membandingkan kemampuan mobil dari brosur – bukan pada lintasan balap asli. Tapi karena keterbatasan data, mau tidak mau kita bandingkan dari segi spesifikasi saja.
Untuk senjata pertahanan udara yang dimiliki Indonesia – khususnya TNI AD antara lain :
Starstreak, mayoritas ditempatkan diatas kendaraan taktis. Jarak tembak maksimum hanya 7
km.
Martlet (bawah) dipasangkan pada LML (Lightweight Multiple Launcher) bersama rudal Starstreak (Biru / Atas). Jarak tembak maksimum hanya 8 km.
Mistral, jarak tembak hanya sekitar 6 km lebih.
Grom, jarak tembaknya hanya 5 – 6 km.
RBS-70 (gambar bukan TNI)
NASAMS, rudal yang digunakan berjenis AIM-120, sama seperti rudal yang digunakan pesawat tempur. Tapi jarak tembaknya hanya 30 – 50 km, tergantung varian.
Selebihnya, senjata pertahanan udara menggunakan jenis artileri (sistem fire control sudah terintegrasi dengan radar – jadi bidikan tidak harus manual, bisa otomatis sesuai kuncian radar), antara lain :
Rhinmetall Mk 20 Rh-202, sudah terintegrasi dengan radar Giraffe buatan Saab.
ZUR-23–2KG-I, autocannon kaliber 23 mm. Dibeli satu paket dalam Kobra Modular Air Defense. Sudah terintegrasi dengan radar. Beberapa unit rudal Grom juga bisa dipasangkan pada unit ini.
Giant Bow II, autocannon kaliber 23 mm. Sudah terintegrasi dengan radar juga.
Bofors L-70 kaliber 40 mm, sudah terintegrasi dengan radar fire control Super Fledermaus
S-60 buatan Soviet, sudah terintegrasi dengan radar juga.
Oerlikon Skyshield, arhanud yang paling canggih yang dimiliki TNI.
Efektivitas Jenis Senjata
Kembali seperti yang saya katakan sebelumnya, tidak bisa dipastikan. Bahkan artileri tua yang terlihat usang sebetulnya memiliki firepower yang cukup untuk menjatuhkan pesawat tempur canggih sekalipun. Pertanyaannya cuma 1 – Kalau ditembakkan, apakah bisa kena pesawat tempurnya ? Percuma dong firepowernya kuat kalau nembaknya tidak kena ?
Perlu dipahami, bahwa pesawat tempur tidak selalu terbang tinggi – ada kalanya pesawat tempur melakukan misi terbang rendah baik untuk melakukan penetrasi dan menghindari deteksi radar, maupun saat melakukan misi Close Air Support. Bahkan beberapa evasive maneuver pesawat tempur mengharuskannya terbang menukik dan rendah.
Dalam kondisi seperti ini, jelas arhanud tua dan rudal jarak pendek lebih unggul dibandingkan rudal jarak jauh.
Selain itu, pesawat tempur juga memiliki countermeasure untuk menghindari kuncian rudal – baik dengan flare/chaff maupun dengan menggunakan electronic countermeasure (ECM) atau sering disebut jammer.
Sedangkan untuk arhanud jarak pendek, satu-satunya counterrmeasure yang bisa digunakan adalah jammer. Namun, meskipun radar terkena jamming – senjata masih bisa digunakan secara manual bila target benar-benar dekat. Rudal sekali terkena jam maka sama sekali tidak bisa digunakan.
Perbandingan efektivitas :
Rudal bisa terkena 3 jenis countermeasure – Arhanud hanya bisa terkena 1 jenis.
Saat terkena jam, rudal tidak bisa digunakan sama sekali – Arhanud masih bisa ditembakkan manual saat terkena jam.
Jarak tembak rudal lebih jauh dan presisi – Arhanud lebih pendek dan kurang presisi untuk target yang bergerak cepat.
Senjata TNI yang paling efektif
Dari seluruh jenis senjata yang digunakan :
QW-3, Grom, dan Mistral menggunakan pemandu IR (Fire-and-Forget) – presisi tapi bisa ditangkis oleh countermeasure dengan mudah.
NASAMS menggunakan pemandu active radar homing – presisi tapi mudah ditangkis oleh countermeasure. Deteksi radar juga relatif kurang efektif terhadap pesawat siluman – terutama bila pesawat tidak membawa senjata pada hardpoint eksternal.
RBS-70, Martlet, dan Starstreak menggunakan pemandu SACLOS – kurang presisi untuk target yang bergerak cepat tapi sulit ditangkis countermeasure.
Arhanud menggunakan pemandu radar – kuncian cukup presisi tapi akurasi tembakan tidak terjamin. Hanya efektif terhadap aircraft yang terbang rendah.
Dari unit yang ada – menurut saya hanya QW-3, Grom, dan Mistral yang mampu mengimbangi pesawat tempur. Memang pemandu IR cukup mudah ditangkis, tapi setidaknya kemampuan fire-and-forget dari rudal sangat krusial untuk menghadapi pesawat tempur yang terbang cepat.
Pemandu SACLOS mengharuskan operator mengunci target secara terus menerus hingga rudal mengenai target. Bila posisi operator di darat terhalang objek, maka kuncian rudal akan lepas. Berbeda dengan pemandu IR – yang penting rudalnya tidak terhalang.
Sumber : GGG
(Rls/red)