tegarnews.site-Jakarta| Sejak 2 April 2024, Muhammad Furkon selaku ketua Kelompok Tani Kampung Bayam Madani (KTKBM) mendekam di sel Polres Jakarta Utara. Muhammad Furkon diadukan oleh PT. Jakarta Propertindo (Jakrpo) melakukan tindak pidana pencurian, penyerobotan dan pengrusakan aset serta masuk ke pekarangan orang lain tanpa ijin.Selasa (9/4/24)
Dalam hal ini yang dimaksud aset dan pekarangan adalah Kampung Susun Bayam (KSB). Berdasarkan runtutan pembangunannya, Kampung Susun Bayam adalah tempat yang akan dihuni oleh warga, termasuk yang tergabung dalam KTKBM.
Selepas diresmikan, Pemprov DKI Jakarta dan Jakpro malah terkesan membalikkan arah. Warga tidak kunjung diijinkan menghuni KSB, bahkan diajak berdialog pun Pemprov DKI Jakarta, khususnya Pj Gubernur dan Dirut Jakpro tidak pernah mau merespon.
Jakpro malah mengadukan Furkon ke Kepolisian Jakarta Utara. Polres Jakarta Utara mengirim surat panggilan kepada Furkon, namun ditolak karena memang merasa tidak perlu lagi ada pemanggilan.
Namun yang dialami malah justru penjemputan paksa pada 2 April 2024. Puluhan polisi menggerebek rumah hunian sementara Furkon tanpa surat perintah.
Proses penyelidikan lanjut penyidikan dan gelar perkara dirapel dalam sehari, bahkan di tanggal 3 Aparat Kepolisian atas nama Dodi sudah bisa memutuskan status Furkon sebagai ‘tersangka’.
Anehnya lagi, penjatuhan status dan sanksi penahanan tidak dilengkapi dengan surat perintah lagi. Segalanya terkesan janggal dan aneh. Hal ini kemudian tidak bisa diterima oleh warga. Oman, adik dari Muhammad Furkon menegaskan.
Kejanggalan ini tidak bisa dibiarkan begitu saja. Mulanya surat-surat tidak ada, baru setelah kami ke Propam mengadukan kejadian ini Polres baru mengirimkan segala surat-suratnya.
Sebagai salah satu warga negara Indonesia yang tengah memperjuangkan hak-haknya, Muhammad Furqon juga tentu tidak bisa langsung dinilai melanggar pidana. Komnas HAM RI melalui suratnya kepada Kapolres Jakarta Utara menerangkan pada pokoknya adalah ;
“Mempertimbangkan untuk menangguhkan penahanan Sdr. M Furkon sampai dengan adanya penyelesaian atas permasalahan melalui mekanisme mediasi HAM yang akan difasilitasi Komnas HAM”. Sehubungan dengan itu, menurut Hari Akbar, Direktur Eksekutif IRES “kepolisian dalam hal ini Polres Jakarta utara seharusnya tidak melanjutkan upaya aduan pelapor (Jakpro) dalam kasus ini.
Sama saja memperpanjang catatan buruk kepolisian sebagai alat represif bagi pemodal. Ini jelas bukan perkara tindak pidana umum, tapi ini adalah kriminalisasi.
Seharusnya kepolisian melihat secara laporan aduannya, bukan malah menjalankan agenda pelemahan terhadapperjuangan kampung bayam untuk mendapat hak tinggalnya.” Yusron selaku Korlap Aksi menyampaikan,
“Kriminalisasi aparat terhadap rakyat semacam initidak bisa dibiarkan. Jika dibiarkan, nantinya akan banyak rakyat yang berjuang demi haknya, namun malah dimasukkan sel tahanan seperti pelaku kriminal. Dalam konteks Kampung Susun Bayam, ini bukan soal tindak pidana, ini soal konflik kepentingan yang seharusnya diselesaikan dimeja mediasi bukan mengkriminalisasi sepihak seperti ini.
“Untuk itu, kami atas nama solidaritas warga Kampung Susun Bayam menuntut Kapolres Jakarta Utara untuk :
1. Segera membebaskan Muhammad Furkon
2. Menindak pejabat kepolisian yang sewenang-wenang dan bertindak diluar prosedur.
3. Menghentikan segala represifitas dan kriminalisasi terhadap warga Kampung Susun Bayam.
4. Kepolisian harus bertindak netral, adil dan bijaksana sebagaimana nilai presisi kepolisian ditengah-tengah masyarakat.
5. Menghormati segala upaya yang sudah dilalui berbagai pihak demi penyelesaian polemik Kampung Susun Bayam, sebagaimana yang direkomendasikan oleh Komnas HAM kepada Kapolres Jakarta Utara.
(Red)